Selasa, 19 Mei 2020

#arahazimuth [GUNUNG MERAPI] “Tersesat” Part II

Benar saja mitos yang sering terdengar di gunung merapi. Terbukti dengan sangat jelas. Mitos yang konon katanya di gunung merapi matahari akan terbit dari timur. Mitos itu terbayar dengan tuntas, saat telihat jelas guratan orange di ufuk timur. Cahaya indah itu perlahan menghapus sang hitam. Dan membawa cahaya untuk bumi yang sudah lama di selimuti oleh malam.

Aku terbangun sebelum mitos itu terjadi. Badanku masih terasa bergitu lelah. Kantuk yang melandaku juga belum sepenuhnya pergi. Rasanya ingin kembali di dekapan sleepingbag. Perlahan ku ambil air mineral yang ku bawa. Ini adalah salah satu kebiasaan ku, menyirami kerongkongan ku sesaat setelah aku terjaga. Menurut ku hanya air yang dapat membantuku segera lepas dari kantuk yang sedari tadi tak kunjung pergi.

Air yang aku bawa terasa lebih segar dari pada air yang sering aku minum di indie kost ku. Mungkin dingin nya merapi yang membuat air ini lebih segar. Apa mungkin aku saja yang terlalu haus ketika bangun tidur. Ah sudahlah rasanya memang menyegarkan air pagi itu.

Pagi digunung memang tidak lengkap jika dinikmati tanpa ada yang disesap untuk menghangatkan. Pilihanku pada pagi hari berbeda dengan malam hari. Di pagi hari aku lebih memilih susu jahe sobek di bandingkan dengan kopi sobek. Susu jahe sobek memang tidak memiliki kofein yang konon katanya bisa menghilangkan kantuk. Tapi susu jahe sobek itu lebih hangat dan nikmat ketika masuk kedalam tubuh. Yang aku rasain sih.

Menyesap yang hangat tidak juga terasa nikmat jika tidak ada orang di dekat. Seperti di indekost ku yang selalu sendiri saat menghabiskan susu jahe sobek. Tapi kali ini ada teman yang menemani. Obrolan kami lepas bagai tidak ada batas, berbagai topik kami bicarakan, apalagi canda yang tidak bisa terlewatkan. Suasana ini memang membuktikan bahwa ketika di gunung tidak ada lagi sandiwara seperti di kota, dan digunung pertemanan terasa jelas dan begitu nyata. Pengalaman ini sangat menakjubkan.

Obrolan kami ditemani dengan pemandangan indah merapi. View gunung merbabu terpampang jelas dari tempat kami mendirikan tenda. Hijaunya merbabu terlihat dengan jelas didepan tenda kami. Kaki gunungnya di hiasi oleh rumah penduduk menjadi seperti lukisan pemandangan yang sulit untuk dilupakan. Bagai memiliki mantra, mata ku tidak ingin lepas saat memandang merbabu yang syahdu.

Pagi hampir terlewat dan matahari sudah mulai naik menuju tahtanya. Aku melihat beberapa teman yang asik saat memenuhi galeri mereka. Tanpa menunggu lama jiwaku yang hampir sama dengan mereka membuatku untuk segera bergabung dengan mereka. Tanpa menunggu lama sudah lebih dari 20 foto yang sudah aku ambil. Memang susah jika melihat pemandangan yang indah, rasa rasanya ingin selalu mengabadikan. Ya walaupun tidak sebagus dengan seorang profesional dalam mengambil gambar.

Seberes mengambil gambar kami segera mengisi perut untuk persiapan summit attack. Menu kali ini adalah menu andalan setiap pendaki yaitu indomie rasa kari ayam spesial. Alasannya karena praktis dibawa, rasanya yang cukup sedap, dan cukup untuk kebutuhan karbo untuk pendakian. Tapi jangan telalu sering membawa makanan andalan ini, lebih baik bawa makanan dengan kandungan protein yang lebih, supaya lebih bertenaga dan kenyang lebih lama.

Tanpa menunggu lama indomie yang sudah masak langsung kami libas tanpa sisa. Aroma mie yang khas membuat kami lebih bernafsu dalam menghabiskannya.

Mengisi perut telah selesai. Hal yang paling di tunggu telah tiba yaitu pendakian menuju pasar bubrah. Yak benar arah azimuth kali ini merupakan titik tertinggi sebelum puncak merapi, Pasar Bubrah.

Sebelum matahari semakin meninggi kami sesegera mungkin melakukan pendakian menuju pasar bubrah. Anehnya di pendakian kali ini kami hanya membawa air mineral 1,5 liter dan baju yang kami kenakan. Persiapan seperti ini sangat tidak di anjurkan, karena di alam kita tidak pernah tau apa yang terjadi dan kita tidak pernah tau apa yang telah menanti kita di depan sana.

Perjalanan kami mulai sekitar pukul 8 pagi, kali ini hanya aku dan 7 anggota tim yang akan menuju pasar bubrah. Dan 3 orang lainnya tinggal di tenda untuk menikmati indahnya merbabu. Pemandangan yang di tawarkan oleh alam merapi pagi itu memang cukup ciamik. Cuaca yang cerah dapat membuat mata terasa tak ingin berkedip melihat indahnya pemandangan yang disajikan.

Kami berangkat dengan sombongnya, melangkahkan kaki tanpa berfikir apa yang akan terjadi. Menurutku dengan persiapan hanya membawa air minum dan baju yang di pakai sudah membuktikan betapa sombongnya kami menghadapi alam merapi.

Pendakian kami lakukan secara perlahan, pelan namun pasti kami terus mendaki. Selama dijalur pendakian indahnya merapi semakin menjadi. Disetiap langkah kami disajikan dengan pohon pohon kokoh nan tinggi, yang dibawahnya terdapat perdu yang begitu lebatnya. Diiringi dengan suara angin yang perlahan membelai dedaunan yang senada dengan nyanyian indah sang burung, perlahan memenuhi hati yang selalu di isi dengan delusi.

Suasana pendakian yang terasa indah ini membuat kami tak sadar bahwa kami telah tiba di pos 1 yang kurang lebih kami tempuh selama 45 menit dari tempat kami mendirikan tenda. Di pos 1 ini terdapat gubuk yang terlihat cukup kokoh, seperti pada shelter 1 yang kami gunakan untuk istirahat malam tadi. Terbuat dari kayu dan beratapkan seperti alumunium sangat cocok digunakan untuk melepas lelah sejenak. Benar saja ada beberapa angota tim yang langsung duduk di gubuk tersebut. Karena pemandangan yang cukup indah juga, aku dan beberapa teman yang memiliki jiwa mengisi galeri langsung mencari posisi yang sedap. Bagaikan seorang detektif yang ulung kami mencari enggel kamera yang mirip dengan banyak pendaki keren di sosial media. Hampir 10 menit kami habiskan untuk memuaskan jiwa kami yang terbilang unik.

Setelah puas dengan mengambil banyak foto kami lanjutkan perjalanan. Dari pos 1 menuju pos 2 masih memiliki track yang cukup mudah untuk kami lewati. Berbeda dengan vegetasi di pos satu, yang semulanya banyak pohon pinus perlahan tergantikan dengan pohon hutan dan memiliki semak yang cukup lebat. Track yang kami lalui terkadang melewati tumpukan semak semak itu. Dan membutuhkan pegangan untuk melalui jalan yang cukup terjal.

Setelah berjalan lebih dari satu jam tibalah kami di pos 2 yang memiliki ketinggian 2400 mdpl. Pendakian ini memang lebih cepat dibandingkan dengan estimasi waktu yang tertera, hal ini jelas terjadi karena kami tidak membawa keril dan beban yang terlalu banyak. Pos dua ini memiliki vegetasi yang di dominasi dengan tumbuhan cantigi. Pohon cantigi ini memang tidak sepopuler saudaranya yaitu edelweis. Padahal pohon cantigi adalah tanaman yang paling sering kita temui di gunung. Ciri yang paling mencolok adalah pada daun yang muda akan berwarna merah. Pohon yang memiliki akar yang dapat mencengkram erat bumi ini, sering di jadikan pegangan saat pendaki sedang dalam keadaan mendaki atau turun. Cantigi juga mempunyai batang yang kuat, serta daun yang dapat dimakan ketika seorang pendaki tersesat. Cantigi sebenarnya telah banyak menolong dan banyak melindungi pendaki, tetapi masih ada saja pendaki yang tidak mengenalnya lebih dalam. Jika ada puisi yang bisa kubuat untuk cantigi mungkin tidak bisa dengan sempurna menggambarkan sang pelindung pendaki.

Di pos 2 ini kami dikejutkan dengan kehadiran penduduk pos dua si monyet ekor panjang. Monyet ini datang dari balik semak di ujung sana. Wajahnya yang abu-abu, dan memiliki jambang kecokelatan membuatnya terlihat sedikit jantan. Badannya yang besar dan terlihat gempal, ditambah dengan ekor yang kokoh dan panjang, membuatnya tampak seperti preman gunung yang siap untuk menghadang mangsanya. Mangsanya itu ya hooman. Kegarangan nya semakin lengkap tatkala mulutnya melemparkan senyum, senyum yang biasanya menawan kali ini berubah menjadi seram, disebabkan oleh taring yang begitu tajam. Itulah yang terkadang membuat para pendaki terutama pendaki perempuan sering takut kala bertemu preman gunung ini. Sepertinya cukup melankolis nya untuk si monyet ekor panjang. Lanjut.

Pos 2 memang banyak sekali hal yang kami temui. Tapi hal yang paling banyak kami lakukan adalah kegiatan kesukaan kami yaitu mengabadikan indahnya merapi. Kami tidak lama di pos 2 sesegera kami lanjutkan perjalanan untuk ke pasar. Karena di pos dua ini cuaca sudah mulai berawan dan menyembunyikan sinar sang mentari.

Perjalanan kami lanjutkan untuk menuju pasar bubrah. Track dari pos dua ke pasar bubrah merupakan track berbatu dan menajak dengan terjal. Terkadang kami juga perlu menggunakan tangan kami untuk melewati terjal nya itu. Disini langkah kami lebih lambat dibandingkan dengan sebelumnya, ditambah dengan kabut yang perlahan mulai turun kejalur pendakian. Batu demi batu telah kami lalui, otot betis mulai mengencang dan menjerit meminta waktu untuk direngangkan.

Kolong langit semakin pekat dengan kabut, putihnya menyebar di seluruh arah mata memandang. Bersamaan dengan itu mulai terasa butiran air yang turun dari langit. Kemudian disusul angin yang semakin lama semakin kencang. Kami belum juga tiba di pasar bubrah, track batu yang semakin terjal dan cuaca yang semakin mencekam membuat salah satu anggota tidak bisa melanjutkan. Melihat perlengkapan kami yang tidak siap ini, kami memutuskan untuk turun sebelum badai tiba. Setelah keputusan bulat kami turun secara perlahan, walaupun pasar bubrah bisa kira jumpai jika berjalan sedikit lagi. Tapi apa yang lebih penting dibandingkan dengan pulang dengan selamat. Toh pasar bubrah tidak akan tutup seperti pasar pasar biasanya. Kami masih bisa mengunjungi lain waktu.

Perjalanan turun kami lakukan dengan cepat, dan selalu berdoa agar selamat sampai tenda kami. Tak dinyana cuaca makin memburuk dan membuat semuanya semakin sulit untuk turun. Dan perlahan kami mulai kehilangan fokus dan mulai mengalami hal yang cukup menakutkan.

Lanjut di part III yak

~agengamri

Selasa, 12 Mei 2020

#arahazimuth [GUNUNG MERAPI] “Tersesat” part 1

Kabut tiba dengan begitu cepatnya, terbawa oleh angin bersama hujan, menghilangkan jarak pandang, memastikan aku menghilang di tengah hutan gunung merapi. Cuaca yang tidak bersahabat datang lebih cepat di bandingkan dengan apa yang ku kira. Langit yang tadinya biru seketika tergantikan dengan badai yang begitu kelabu. Suasana pendakian gunung merapi 2 tahun yang lalu. 

Pendakian ini dimulai 30 januari 2018, saat itu aku dan tim ku berjumlah 11 orang. Perjalanan kami mulai dari semarang menggunakan kuda besi yang kokoh dalam menggerus aspal nan hitam. Selama hampir 4 jam kami tempuh perjalanan untuk menuju magelang. Magelang bukanlah titik pendakian kami, melainkan  rumah salah satu anggota tim. Jarak yang kami tempuh lebih dari 85 km cukup untuk punggung dan bokongku terasa pegal. Jalanan yang terkadang memiliki lubang terasa begitu sakit dibokongku, kala lubang jalan bersentuhan dengan ban yang datang begitu cepat. Perjalanan sudah 4 jam berlalu. Rumah yang kami tuju sudah menanti. Setibanya dirumah temanku itu, yang kucari hanya tempat bersandar untuk merebahkan punggung dan bokongku yang mulai mati rasa.

Urusan tim di magelang bukan hanya sekedar mampir untuk istirahat dan makan siang. Memang tujuan utamanya untuk meminta makan dirumah teman, tapi di magelang juga, kami menyewa beberapa peralatan mendaki. Kami menyewa alat pendakian di magelang tujuannya agar perjalanan dari semarang tidak perlu membawa beban yang banyak. Manajemen packing memang perlu dilakukan agar dalam perjalanan terasa lebih nyaman. Setelah selesai menyewa dan mangatur ulang alat pendakian, kami pun bersiap untuk menuju basecamp pendakian gunung merapi. Sebelum berangkat jelas kami harus mengisi perut terlebih dahulu. Perut telah terisi nasi, kami berangkat menuju arah azimut kali ini yaitu basecamp gunung merapi.

Kuda besi kembali kami pacu. Kali ini melewati jalan yang sudah mulai menanjak. Kecepatannya pun sudah tidak sekencang di kota. Perlahan namun pasti perjalanan kami lanjutkan.

Jalan semakin sulit terkadang menanjak terkadang juga menukik di ujungnya. Jalan yang cukup menguji nyali kami ini memiliki sisi tebing dan jurang. Terkadang terdapat rasa ngeri ketika berada di sisi jalannya. Tetapi dijalan ini kami disajikan dengan landscape hijau yang memiliki terasering yang tersusun dengan rapi. Berisikan dengan sayuran khas pegunungan, yang menambah syahdu perjalanan.

Sampailah kami melalui jalan yang begitu menukik tajam. Karakter jalan yang sangat membahayakan ketika di pegunungan. Rasa - rasanya begitu ngeri melihatnya saja, apalagi kalau sampai terjatuh. Tidak terbayang olehku.

Tak lama setelah kami melewati jalan tersebut. Belum saja lebih dari 10 meter dari jalan yang menukik itu, terdengar suara bagian motor terseret di jalan aspal. Kami seketika berhenti. Dan benar saja salah satu dari anggota tim terpeleset di jalan yang curam dan menukik itu. Syahdan kami segera memberhentikan kuda besi kami dan melihat bagaimana keadaan anggota tim. Satu teman kami terluka, terdapat luka pas di bagian lutut sebelah kirinya. Terlihat sedikit bercak darah di kulitnya dan terdapat lebam di sekitar bercak darah tersebut. Pertolongan pertama pada kecelakaan kami siapkan dan sesegera mungkin melakukan pengobatan. Lukanya tidak terlalu parah dan masih bisa untuk diteruskan ujar temanku yang terluka. Ada salah satu teman bertanya “masih bisa lanjut?” dan dijawab begitu singkatnya“masih, yuk jalan”. setelah mendengar kata tersebut kami pun mengaminkan untuk melanjutkan perjalanan.  Perjalanan kami lanjutkan kali ini dengan kecepatan yang rendah serta kewaspadaan yang lebih tinggi, kami tidak ingin perjalanan ini mengalami kecelakaan yang sama lagi.

Kami tiba di basecamp pendakian gunung merapi setelah menggerus jalan lebih dari 20 menit. Basecamp gunung merapi ini memiliki ketinggian sekitar 1560 mdpl. Hawa dingin khas pegunungan memang terasa menusuk kulit. kami tiba di basecamp pas ketika adzan magrib berkumandang. Kami langsung mendirikan sholat magrib dan di jamak dengan sholat isya.

Setelah selesai sholat, kami sesegera mungkin melakukan persiapan untuk tracking. Pendakian ini harus dimulai lebih cepat supaya tidak terlalu malam di perjalanan. Pada pendakian malam membawa senter atau headlamp merupakan senjata sakti yang perlu kita siapkan. Senter kami siapkan dan berdoa telah kami kerjakan, saatnya untuk meyambangi gunung merapi yang tak pernah ingkar janji.

Pendakian kami mulai diawal malam ini. Ditemani oleh air tuhan yang perlahan membasahi sang bumi. Wangi tanah seakan terangkat ke udara dan bersatu dengan oksigen yang kami hirup. Hujan yang turun perlahan membuat kami memakai jas hujan dari awal pendakian.

Kaki kami terus melangkah dengan pelan namun pasti. Awal pendakian kami melewati track jenis beton. Tak lama kemudian berubah menjadi tanah basah yang terkena air hujan. Becek dan licin telah menghinggapi tanah, membuat langkah kami semakin berat dan semakin pelan pula. Bahkan, tidak sedikit dari anggota tim yang terpeleset, sampai sampai seperti orang yang sedang mengikuti DIKSAR yang harus bertiarap dan membutuhkan tangan untuk melewati track yang menantang.

Hari kian temaram, hanya cahaya yang kecil dari senter yang menerangi malam ini. Hujan semakin gagah saat menghujamkan airnya ke bumi. Kabut pun tiba, jarak pandang semakin sempit, dan napas kami semakin sesak. Dalam keadaan seperti ini ingin rasanya segera masuk tenda dan menyesap kopi panas. Ah, apa yang aku pikirkan ini sedang dalam perjalanan, angan ku harus segera aku lepaskan. Dasar aku.

Setelah satu setengah jam berjalan kami tiba di shalter 1, merupakan tempat istirahat yang berbentuk seperti gubuk yang cukup untuk diisi 15 orang. Kami melepas lelah sejenak, merenggangkan otot kami yang selalu tegang, dan mengendurkan bahu kami yang sedari tadi membawa tas gunung yang cukup berat. Ada dua hal yang kami cari ketika beristirahat. Yang pertama makanan dan yang kedua minuman, seolah menjadi harta karun kala pendakian, menjadi tujuan utama untuk mengisi tenaga dan menghilangkan dahaga. Istirahat terasa begitu nikmat, merasakan badan yang tidak membawa beban lagi membuat kami lupa perjalanan belum selesai. 30 menit berlalu kala kami tiba di shalter satu. Tiba-tiba salah satu anggota tim berkata “mari kita lanjutkan, mengingat hujan yang tak kunjung reda dan dingin yang semakin menyiksa”. Seperti anak buah yang diperintah oleh komandannya kami terkesiap dan langsung melanjutkan perjalanan di tengah hujan yang semakin kejam.

Aku berfikir setelah istirahat perjalanan kami akan memiliki ritme baru, ritme perjalanan yang tidak cepat tapi konsisten. Tak dinanya, perjalanan kami semakin pelan oleh keadaan yang semakin temaram ini. Langit yang hitam, angin yang datang, kabut yang tebal, serta hujan yang tak kunjung menghilang, menambah lengkap suasana malam. Dan benar saja, tenaga kami terasa terkuras dengan cepat, baru beberapa langkah saja rasanya ingin segera beristirahat, melangkah lagi dan sesegera mungkin ingin beristirahat lagi. Semakin lama kondisi fisik kami mulai melemah dan mungkin mental kami mulai menurun oleh kondisi cuaca yang tidak begitu bersahabat.

Tak lama hanya 40 menit dari shalter 1 kami berjalan, kami memutuskan untuk mendirikan tenda. Mengingat kondisi tim yang sudah tidak baik baik saja. Kami mencari tempat yang lapang dan cukup untuk mendirikan tenda. Alhamdulillah nya kami menemukan lokasi tersebut. Sebuah terasering kecil yang cukup untuk dua tenda yang telah kami bawa. Tenda langsung kami dirikan dan kami berhamburan menuju tenda. Tak ingin berlama lama dengan pakaian basah yang kami kenakan, sesegera mungkin kami berganti pakain.

Kali ini aku tidak menunggu untuk mengganti pakaian basah yang menempel di tubuhku. Kuambil kaos kering dan jaket tebal yang aku bawa, segera ku pakai untuk membungkus tubuhku. Tubuh ku masih terasa begitu dingin oleh baju basah tadi. Biasanya untuk menghilangkan rasa dingin aku menyiapkan minuman kesukaanku, yang sering aku sebut dengan kopi sobek. Beda dengan kopi yang tersedia di tempat kopi ternama. Kopi ini tidak membutuhkan barista, dan alat yang begitu lengkapnya. Cukup dengan gelas dan bungkus kopi sebagai alat pengaduknya, kopi ini memiliki rasa yang tidak kalah saing dengan kopi yang disana. Kopi sobek memang yang terbaik aku rasa, apalagi dinikmati sama kamu iyaa kamu.

Seberes menikmati kopi, ku akhiri malam ini lebih cepat dibandingkan pendakian lainnya. Mungkin faktor cuaca yang tidak bersahabat menjadi penyebabnya. Ku ambil sleeping bag, segera aku masuk di dalam nya bak ulat yang menjadi kepompong. Tanpa menunggu lama kantuk menyerangku dengan kuatnya. Menarik kuat-kuat kedua kelopak mata ku. Dan secepatnya untuk menutup malam ini.

Pagi pun datang dengan indahnya membawa pesona kuning nan indah di ufuk timur. Pemandangan indah ini adalah awal dari petualangan ku yang menegangkan yaitu tersesat di gunung merapi. 

Lanjut part 2

~agengamri

Rabu, 22 April 2020

#arahazimuth [GUNUNG UNGARAN] part 2

Lambat laun tibalah kami di pos tiga. Di pos tiga ini kami istirahat sejenak, sembari bercanda ria. Tidak begitu lama setelah istirahat perjalanan kami lanjutkan. Yang konon katanya jalur dari pos tiga menuju tempat camp memiliki kontur yang cukup terjal. Jalur yang berbatu menambah lengkap sulitnya perjalanan malam itu. Beruntungnya kami dijalur ini, karena langit tak lagi membasahi bumi,dan angin seakan berkompromi untuk berhenti. Malam itu hanya kami dan gelap malam berbalut bintang.

Jalur yang semulanya hutan perlahan menemui batasnya dan berganti perdu. Gagah nya hutan perlahan terganti dengan pemandangan lampu kota nan jauh disana. Lelah  memang tidak hilang semuanya, tapi ketika pemandangan itu tersajikan didepan mata, terasa ada api semangat dalam jiwa. Tak lama setelah hutan berganti vegetasi, kami pun tiba di tempat yang kami rencanakan untuk mendirikan tenda. Tenda kami keluarkan dan kompor kami nyalakan. Karena rasa dingin dan lapar menyerang, tim kami bagi menjadi dua bagian. Tim memasak dan tim memasang tenda. Tujuannya agar ketika tenda sudah beres didirikan, perut kami bisa langsung diberi makanan.

Seberes makan dan ganti pakaian. Sejenak aku mengamati pemandangan sekitar. Ditempat kami mendirikan tenda terdapat berapa batu besar yang langsung mengahap tepi punggungan yang cukup terjal. Hitam langit dengan setitik bintang disana seakan menemani malam ini. Baru saja aku menatapi langit itu angin datang membawa dinginnya. Tubuh  yang terbelai dengan dingin angin, membuatku segera masuk tenda dan mengakhiri malam ini. Bersama temanku yang sering kusebut sleeping bag. Dekapan sleeping bag ini cukup cepat membuat ku terlelap.

Pagi pun tiba, bersama sang fajar yang perlahan membakar langit malam. Kemuning indah mewarnai landscape menambah indah pagi ini. Aku terpesona oleh lukisan alam yang susah untuk di ungkapkan. Seperti cinta ku padamu, dasar bucin. Waktu pagi ini terasa begitu cepat sang fajar perlahan menaiki tahtanya, sinarnya kuat menusuk langsung ke bumi. Kulitku pun tak dapat terhindar dari tusukan sinar sang mentari. Setelah selesai dengan berbagai kegiatan kami lanjutkan perjalanan pulang. Perjalanan pulang kami tempuh dengan cepat dan aman sampai tujuan.

the end

lanjut di arahazimuth selanjutnya yak

salam semesta
untuk kita
kita semua

agengamri

Sabtu, 11 April 2020

#arahazimuth [GUNUNG UNGARAN] part 1

Arah azimuth ini aku awali pada pertengahan tahun 2017. Tepatnya setelah aku menyelasaikan semester pertamaku. Awalnya hanya kata canda yang terlontar dari kawan, yang terselip kala kami sedang berbincang di awal malam. Banyaknya kata yang merayu untuk melihat indahnya gunung, membuatku mengiyakan untuk merasakan alam gunung ungaran untuk pertama kali. Yang awalnya hanya beberapa orang yang akan melakukan pendakian, tak dinyana kabar ini ibarat pengumuman. banyaknya teman yang ingin pergi membuat pendakian ini di isi dangan 18 orang. Pasti sobat akan bertanya apahkah open trip atau ada acara dari angkatan. Jelas sobat, ini hanya kenginan yang tersalurkan lewat angin dan jejaring sosial.

Hari yang penuh dengan kemuning senja, mengantarkan kami menuju basecamp gunung ungaran. Perjalanan ini kami tempuh dengan doa dan usaha, beriring dengan hujan yang menghatam bumi  dengan kerasnya. Empat puluh menit pun berlalu, kami tiba di basecamp gunung ungaran.  Yang benama basecamp mawar. Kedatangan kami disambut dengan indahnya suara adzan magrib kala itu. Tidak menunggu lama, kami bergegas menunaikan kewajiban kami untuk menghadap ilahi. Setelah beres melakukan ibadah sholat magrib, kamipun melakukan pemanansan dan melakukan pendakian kami lanjutkan.

Langit yang awalnya kuning perlahan di telan oleh sang hitam, pemandangan khas hutan tropis berubah menjadi hitam temaram, hanya headlamp dan flashlight yang menemani kami dalam perjalan ini. Gelap memang menakutkan, tetapi jika dirimu mau untuk bersabar sejenak, maka kamu akan melihat banyaknya bintang yang menemanimu dikala gelap.

Waktu berlalu, perjalanan tetap dilanjutkan, setelah 45 menit kami berjalan sampailah di pos 1. Perjalanan berhenti untuk kaki yang mulai merasa pegal, memang kondisi track dari basecamp ke pos 1 tidak terlalu terjal tapi tetap saja yang namanya kaki ini merasakan yang namanya nyeri. Setelah 10 menit istirahat dan minum, perjalanan dilanjutkan. Suara hutan malam sesekali akan membuat mu merasa alam akan terasa lebih menenangkan, jika dibandingkan dengan gemerlapnya kota.

Perjalanan kami teruskan menuju pos 2, hanya bertemankan sedikit cahaya kami melewati jantung sang rimba. Penuh dengan rerumputan dan juga pohon kekar di setiap sudut nya. Langkah kami terhenti disebuah persimpangan dan sekaligus pos dua. Memang pada pos 2 ini terdapat dua jalur, jalur yang sebenernya adalah jalur yang langsung melewati hutan. Sedangkan jalur yang kedua melewati kebun teh yang konon katanya sering disebut peromasan. Kami pun sepakat untuk memilih jalur yang tercepat untuk menuju tempat untuk mendirikan tenda. Syahdan, kami pun melewati jalur yang menuju hutan.

Jalur menuju pos 3 ini memang meliki vegetasi yang cukup lebat, terasa berat sekali perjalanan malam itu. Dimana kami juga dituntut untul berebut oksigen dengan pohon besar dimana  mana. Cuaca yang lembab serta hujan membasahi tubuh kami, serasa melengkapi beratnya perjalanan malam ini. Bukan kata "jera" yang terlintas dalam benakku, melainkan kata "lagi" yang selalu aku pikirkan. Bagaimana caraku melakukan perjalanan, cukup nikmati dan syukuri pasti semuanya memiliki arti disuatu hari.

Pasti sobat akan bertanya kenapa si capek capek muncak? atau ngapain si kepuncak?. Kalo  dibolehkan meminjam kata-kata inpirator saya juang astrajingga, puncak gunung itu ibarat cita cita, saat kita memulai perjalanan, kita harus berdoa sebelum melangkah. Di perjalanan, kita jatuh dan bangkit berulang kali. Kita menemukan siapa diri kita yang sesungguhnya dalam perjalanan menuju puncak. Semisal kita gagal, kalo semisal memang kita gagal sampai puncak, bukan berarti perjalanan ini sia sia. Kita akan belajar menjadi manusia yang  lebih baik.

Lanjut di part 2
Salam lestari
Salam literasi
Agengamri

Selasa, 07 April 2020

#arahazimuth

Arah azimuth merupakan pilihan kata yang mewakili perjalanan yang telah aku lakukan. Melewati batas untuk menuju tak terbatas. Melepas belenggu menuju hari untuk melepas rindu. Perjalan ini membuka jiwa yang merasa lelah dengan banyaknya masalah yang ada. Perjalanan yang memberi waktu untuk melihat, mendengar, dan merasakan apa saja yang sudah diberikan oleh semesta untuk kita.

Arah azimuth hanyalah kiasan yang aku berikan untuk perjalanan yang telah aku lukakan. azimuth akan menjadi tujuan yang digapai bersama usaha dan doa. berkelana bersama teman untuk berbagi kisah dan cerita dihari tua. Banyak hal yang sangat menarik yang dapat merubah hidupku. bukan hanya sekedar untuk berlibur lebih dari itu, yaitu mencari sesungguhnya sapa diri ini.


Menyenangkan, menegangkan, dan mendebarkan hanya bagian kecil dari perjalanan yang akan aku tuangkan dalam secercik tulisan. semoga menjadi literasi yang mengispirasi, untuk mu semua dan negeri ini. Ayo sobat tunggu apa lagi kita sudah dinanti negeri ini. jangan pernah ragu untuk melangkah jangan pernah takut untuk berubah. tunggu apa lagi semesta kita telah menanti.


salam literasi

salam lestari
semesta menanti
ageng amri

#arahazimuth [GUNUNG MERAPI] “Tersesat” Part II

Benar saja mitos yang sering terdengar di gunung merapi. Terbukti dengan sangat jelas. Mitos yang konon katanya di gunung merapi matahari ak...